Salah satu budaya yang khas dari Wonogiri adalah hajatan kirab budaya dan jamasan pusaka di obyek wisata
Sendang Asri Waduk Gajah Mungkur (WGM). Prosesi kirab diawali
dengan kemunculan 3 ekor gajah yang berjalan di barisan paling depan mendahului
iring-iringan pembawa pusaka. Di belakangnya ratusan prajurit dan wanita
berjalan kaki membawa pusaka peninggalan Mangkunegaran.
Satu
gajah jantan bertubuh paling besar bernama Kyai Sitanggang berjalan di sisi ujung
kanan iring-iringan pusaka. Di sampingnya ada gajah betina yang merupakan
pasangan Sitanggang, bernama Nyai Handayani. Sedangkan di antara keduanya nyempil gajah yang belum dewasa bernama
Denok, yang merupakan anak Sitanggang dan Handayani. Gajah-gajah yang juga
menjadi satwa primadona di WGM itu bergerak mulai Gedung peluncuran jetsky
menuju lokasi jamasan.
Sebanyak
7 buah pusaka milik Pemkab Wonogiri, dimana 6 di antara pusaka tersebut merupakan
peninggalan Keraton Mangkunegaran Surakarta ikut serta dalam jamasan. Pusaka
yang dijamas terdiri dari tombak Kiai Totog dan Kiai Jagur (Baladewa) dan keris
Kiai Korowelang yang diambil dari tugu penyimpanan di Kecamatan Selogiri.
Kemudian
tombak Kiai Limpung dan keris Semar Tinandu yang diambil dari rumah tiban
Kecamatan Girimarto. Tombak Kiai Alap-alap dan keris Kiai Bancak dari Kaliwerak
serta gong pusaka milik Pemkab yakni Kiai Mendung Ekodayawilaga juga ikut serta
dalam jamasan.
Raden Mas Tumenggung (RMT) Lilik
Priarso Tirtodiningrat selaku utusan resmi dari Pura Mangkunegaran bertindak
sebagai penerima pusaka yang akan dijamas. Selanjutnya pusaka-pusaka andalan
Pangeran Sambernyawa tersebut dibawa ke rumah jamas dalam prosesi kirab pusaka
dipimpin oleh Kanjeng Raden Arya Tumenggung (KRAT) Sihono Wibakso Nagoro.
Sejumlah pusaka dijamas oleh tim dari
Reksowarasto Mangkunegaran Surakarta, yakni Mas Ngabehi (MNg) Riyadi Dwi
Putranto, Mas Demang (MDm) Suparman, dan MNg Sri Hartono. Butuh waktu sekitar 1
jam untuk menjamas ketujuh pusaka.
Bersamaan
dengan event budaya tersebut, juga digelar ritual ruwatan massal dengan pentas
wayang lakon Murwakala yang dibawakan dalang Ki Sutino Hardoko Carito dari
Kecamatan Eromoko. Belasan orang yang dianggap memiliki sukerto (aura negatif)
diruwat atau dibersihkan auranya. Prosesi Ruwatan diawali dengan penyerahan
tokoh wayang Bathara Kala dari Sekda Wonogiri Drs. Budisena, MM ke Ki Dalang
pengruwat. Selanjutnya Ki Dalang mementaskan pagelaran wayang.
Ki
Dalang Sutino menceritakan ada beragam jenis sukerto. Diantaranya anak yang
terlahir dengan telah membawa aura jelek, terkena hal negatif, maupun melakukan
sesuatu kesialan. Anak beraura jelek dicontohkannya, ontang-anting (anak
tunggal), uger-uger lawang (2 anak laki-laki), kembang sepasang (2 anak
perempuan), atau kedhana-kedhini (2 anak laki-laki dan perempuan), dan masih
banyak lagi. Sedangkan terkena hal negatif seperti genting rumah terkena
kotoran burung gagak, atau genting kejatuhan buah pepaya.
“Ritual
jamasan puasaka merupakan event wisata budaya khas milik Kabupaten Wonogiri,
maka akan terus kami lestarikan. Utamanya selain untuk mendorong PAD dari
sektor wisata, juga untuk melestarikan budaya.”